18.5.08

All About Love



Message: Airmata rasulullah
Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi
Sakaratul Maut
Ada sebuah kisah tentang cinta yang
sebenar-benar cinta yang dicontohkan
Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi
itu, walaupun langit telah mulai
menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah
dengan suara terbatas memberikan kutbah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam
kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al
Qur'an dan sunnahku. Barang siapa
mencintai sunnahku, bererti mencintai
aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan masuk syurga
bersama-sama aku." Khutbah singkat itu
diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang tenang dan penuh minat
menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya.Usman
menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita
semua,"keluh hati semua sahabat kala
itu. Manusia tercinta itu, hampir
selesai menunaikan tugasnya di
dunia.Tanda-tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah yang berkeadaan
lemah dan goyah ketika turun dari
mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh
sahabat yang hadir di sana pasti akan
menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah
Rasulullah masih tertutup. Sedang di
dalamnya, Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang berkeringat
dan membasahi pelepah kurma yang menjadi
alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar
seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi
Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata
Fatimah yang membalikkan badan dan
menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya
yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu
wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya
baru sekali ini aku melihatnya," tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap
puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi
bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang. "Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan sementara,
dialah yang memisahkan pertemuan di
dunia. Dialah malakul maut," kata
Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan
tangisnya. Malaikat maut datang
menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tidak ikut sama
menyertainya. Kemudian dipanggilah
Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di
atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan
suara yang amat lemah. "Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat
telah menanti ruhmu. Semua syurga
terbuka lebar menanti kedatanganmu,"
kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega, matanya
masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar
ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada
di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh
Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat
lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah
mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan
Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau
palingkan wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu
itu. "Siapakah yang sanggup, melihat
kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik, kerana sakit yang tidak
tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat
nian maut ini, timpakan saja semua siksa
maut ini kepadaku, jangan pada
umatku."Badan Rasulullah mulai dingin,
kaki dan dadanya sudah tidak bergerak
lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
aimanuku, peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di
antaramu." Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang
mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku,
umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup
manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai
sepertinya? Allahumma sholli 'ala
Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim
lainnya agar timbul kesedaran untuk
mencintai Allah dan RasulNya, seperti
Allah dan Rasulnya mencintai kita.
Kerana sesungguhnya selain daripada itu
hanyalah fana belaka.

0 comments:

 

Mahabahtullah | Copyright 2009 - Modified by Amin Rox