Cinta hamba kepada Allah merupakan hal yang bisa mengangkatnya ke maqam dan darjat yang tinggi, sempurna, dan suci. Kedudukan yang tinggi ini menuntut seorang hamba untuk berkorban demi kekasihnya, sebagaimana yang berlaku pada setiap orang yang bercinta. Seorang pecinta harus rela mencintai objek cintanya dengan sepenuh hati dan fikiran. Ia harus sanggup berkorban demi yang dicintai dengan penuh suka cita. Ia juga harus berlapang dada dan rela atas segala yang kurang berkenan dirasakan daripada kekasihnya, juga harus sabar atas segala ujian yang menimpanya kerana cinta itu.
Mengapa demikian, kerana cinta, sebagaimana yang lazimnya terjalin antara sesama manusia, merupakan sebuah jalinan di luar pengetahuan. Ia merupakan kecenderungan dan emosi yang berada di atas kehendak dan keinginan.
Setiap diri kita mampu saja mengenal dan tidak ada masalah dengan seseorang itu atau mengetahui dan senang dengan suatu benda, akan tetapi itu saja tidak cukup untuk mentafsirkan perasaan kita itu sebagai cinta. Perasaan cinta lebih dalam pengaruhnya daripada itu. Ia lebih mendalam dan meruntun jiwa. Bahkan cinta sejati adalah yang tidak memberikan ruang kosong dalam hati., tidak memberi jalan sedikitpun dalam jiwa bagi yang lain selain kekasih.
Jika telah sampai pada tingkat demikian, maka cinta kepada Allah itulah keimanan yang hakiki. Keimanan yang hakiki bukanlah sekadar pengetahuan dan ketundukan jiwa. Dengan kata lain, iman yang sebenar adalah imannya seorang pencinta yang berghairah kepada Allah, yang bahkan mampu memabukkan dan melupakan diri sendiri. Cinta; pengaruhnya dapat dilihat pada seluruh kata-kata, tindakan dan sikap.
Seorang mukmin yang hakiki adalah orang yang memahami keindahan dan keagungan Allah, mengetahui kasih sayang dan kebaikan Allah. Di samping itu, ia meyakini sepenuhnya bahawa Allahlah satu-satunya pemberi nikmat dan anugerah. Tiada nikmat kecuali Dialah sumbernya, tiada anugerah kecuali dari-Nya. Dengan kesedaran rohani seperti inilah ia mencintai-Nya. Hatinya sibuk memikirkan-Nya. Seluruh aktivitinya ditujukan kepada-Nya semata. Kelazatan yang ia rasakan hanya ada dalam ketaatan kepada segala perintah-Nya. Ia memiliki kesempatan untuk menunaikan tugas dari-Nya, dengan senang dan bahagia, damai hatinya dan tegap langkahnya. Jika seorang kekasih yang dicintai berbuat baik kepadanya, diterimanya kebaikan itu dengan rasa syukur, baik dengan lisan, hati maupun perbuatan. Jika ia mendapati kesulitan dalam perjuangan mencapai reda-Nya, ia istiqamah, berlapang dada, dan sabar tanpa keluh kesah dan perasaan kecewa. Itulah pecinta yang sebenar, tulus dan sejati.. Cintailah Allah SWT.